Ringkasan Khotbah Minggu, 9 Mei 2021 Oleh Pdm. Yohanes Budi
Kejadian 22:13, 14, “Lalu Abraham menoleh dan melihat seekor domba jantan di belakangnya, yang tanduknya tersangkut dalam belukar. Abraham mengambil domba itu, lalu mengorbankannya sebagai korban bakaran pengganti anaknya. Dan Abraham menamai tempat itu: "TUHAN menyediakan"; sebab itu sampai sekarang dikatakan orang: "Di atas gunung TUHAN, akan disediakan."
Tuhan mengijinkan Abraham mengalami ujian. Allah ingin ketaatan yang Abraham kerjakan penuh hingga akhir, tidak setengah-setengah. Untuk mempersembahkan Ishak, Abraham menyiapkan semuanya. Mereka menempuh 3 hari perjalanan. Ini bukan hal mudah. Tapi Tuhan ingin Abraham lebih mengutamakan Tuhan, dibanding anaknya. Untuk Abraham yang berumur lebih dari 100 tahun, berjalan 3 hari di gunung, butuh usaha keras. Dia melakukan dengan sungguh-sungguh dan Allah bertanggung jawab menggantikan korban. Abraham cukup melakukan bagiannya, taat melakukan perintah Tuhan sepenuhnya.
Saat ujian sedang datang, sikap apa yang harusnya kita miliki?
Kita harus tahu bahwa Tuhan yang memegang kendali atas hidup kita. Dia tahu jalan hidup kita. Ayub 23:10-13, “Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas. Kakiku tetap mengikuti jejak-Nya, aku menuruti jalan-Nya dan tidak menyimpang. Perintah dari bibir-Nya tidak kulanggar, dalam sanubariku kusimpan ucapan mulut-Nya. Tetapi Ia tidak pernah berubah — siapa dapat menghalangi Dia? Apa yang dikehendaki-Nya, dilaksanakan-Nya juga.” Ayub pernah mengalami ujian dari Tuhan, tapi dalam sanubarinya kepada Siapa dia menyembah. Kita tidak perlu ragu setiap keputusan dari bibir-Nya, karena Dia tidak pernah gagal dalam rancangan-Nya. Roma 11:33-36, Paulus mengakui betapa dalamnya pengetahuan dan hikmat-Nya. Seperti Abraham yang harus mengorbankan anaknya, dia tidak tahu jalan pikiran Tuhan. Anak berasal dari Tuhan. Abraham benar-benar menyadari Ishak lahir karena pekerjaan tangan Tuhan, maka dia mengembalikannya bagi kemuliaan nama Tuhan. Saat kita taat, setiap ujian yang datang tidak melebihi kekuatan kita. Tujuan ujian adalah memurnikan iman kita.
Saat Ishak menanyakan keberadaan domba yang akan dipersembahkan, Abraham meyakinkan anaknya bahwa Tuhan sudah sediakan. Dia tetap mengimani Tuhan tetap baik, meskipun dia tidak mengerti jalan pikirannya Tuhan. Yohanes 14:15, “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku.” Bukti menuruti perintah Tuhan menjadi tolok ukur kasih kita kepada Tuhan adalah melakukan kehendak-Nya. Matius 21:28-32, kata ‘percaya’ ditulis beberapa kali. Untuk melakukan perintah Tuhan, dasarnya adalah percaya. Ketika perintah itu datang, kita berkata, “Tuhan, terlalu berat.” Tapi ketika direnungkan, kita melakukannya. Perintah Tuhan tidak ada yang berat, yang berat adalah pertempuran dalam pikiran kita.
Tuhan menghargai setiap tingkatan kasih kita kepada Tuhan. Tuhan ingin pengakuan kasih kita kepada Tuhan bukan sekedar penghargaan. Yohanes 21:17-19, Tuhan menghargai Petrus sebagai murid yang tertua. Seberapa pun tingkat kasihnya pada Yesus, Yesus ingin mendengar. Untuk membuktikan kasih kita pada-Nya, ujian diijinkan datang. Apakah kita masih bisa berkata, “Tuhan, aku mengasihi Engkau.”
1 Petrus 4:12, 13, “Saudara-saudara yang kekasih, janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu. Sebaliknya, bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya.” Tuhan ingin menyatakan kemuliaan-Nya di tengah ujian yang kita alami.
Amin.

