Dimeteraikan Dengan Nama Bapa

. Hits: 92

Ringkasan Khotbah Minggu Pagi, 12 Februari 2023 Oleh Pdt. Andrew M. Assa

Yeremia 3:19, “Tadinya pikir-Ku: “Sungguh Aku mau menempatkan engkau di tengah-tengah anak-anak-Ku dan memberikan kepadamu negeri yang indah, milik pusaka yang paling permai dari bangsa-bangsa. Pikir-Ku, engkau akan memanggil Aku: Bapaku, dan tidak akan berbalik dari mengikuti Aku.”

Ini adalah pikiran Tuhan. Jauh sebelum Perjanjian Baru dimulai, Tuhan sudah punya rancangan. Bukan sekadar Dia menjadi Tuhan, kita menjadi umat. Bukan sekadar Tuan dan hamba. Rancangan Allah lebih intim dari sekadar Guru dan murid. Kita semua adalah anak-anak-Nya, tetapi sayangnya kenyataan ini tidak dialami orang Israel. Untuk menyebut Yehova pun menggunakan nama Adonai.

Yohanes 17:6, “Aku telah menyatakan nama-Mu kepada semua  orang, yang Engkau berikan kepada-Ku dari dunia. Mereka itu milik-Mu dan Engkau telah memberikan mereka kepada-Ku dan mereka telah menuruti firman-Mu.” Ketika kita sadar Dia adalah Ayah kita, kita akan mewarisi apa yang Ayah (Bapa) kita miliki. Iblis paling senang membuat kita takut menghampiri Ayah kita di sorga, ada jarak karena kita umat berdosa. Yohanes 17:26, “supaya kasih yang Engkau berikan kepada-Ku ada di dalam mereka dan Aku di dalam mereka”, saat Yesus berfirman, tidak sekadar memberi motivasi, tapi Dia bersungguh-sungguh dengan firman-Nya. Ketika kita benar-benar memiliki pewahyuan bahwa Allah adalah Bapa kita di sorga, supaya kasih Bapa kita di sorga itu terimpartasi dalam hidup kita.

Cerita tentang anak yang hilang, si bungsu meminta warisan seolah ingin Bapanya cepat mati. Ini juga menjadi kenyataan manusia. Karena perbuatan kita, Yesus harus mati. Dalam hukum Taurat pun, saat menghampiri Allah harus ada domba yang mati. Tetapi dalam Perjanjian Baru, Yesus berkata Akulah Gembala yang baik, bukan domba yang mati tetapi Gembalanya menyerahkan nyawa-Nya bagi domba-domba. Saat harta anak bungsu habis, dia teringat kasih Bapa. Kasih itu mengubahkan hidupnya. Lukas 15:18-23, yang diingat anak bungsu ini adalah kasih Bapa. Ia merasa tidak layak sehingga ingin melayani Bapanya sebagai hamba. (Ayat 21), aku tidak layak lagi disebut anak Bapa”, tetapi ayahnya memiliki kasih yang berbeda, (Ayat 22), “Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya. (Ayt 23) Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita

1.       Jubah yang terbaik (Yesaya 61:10, “Ia menyelubungi aku dengan jubah kebenaran”). Bahkan si bungsu tidak mandi terlebih dahulu sebelum mengenakan jubah terbaik.

2.       Cincin bicara tentang materai. Kita punya kuasa.

3.       Sepatu menggambarkan status yang dipulihkan. Karena seorang hamba tidak memakai sepatu.

4.       Pesta dengan menyembelih lembu tambun menggambarkan korban dan perayaan. Inilah hati Bapa.

Bila kita mengerti pewahyuan yang Yesus berikan, kita adalah anak dan kita panggil Dia Bapa, kasih Bapa tinggal dalam hidup kita, kasih Allah adalah kasih yang menyelamatkan dan memulihkan.

Anak sulung memang masih di rumah tetapi kehilangan status anak. Lukas 15:29, anak sulung berharap kepada upah. Seorang anak yang melayani tidak berharap kepada upah, karena apa yang dimiliki Bapa adalah milik kita juga. Segala kuasa di bumi dan di sorga, Bapa berikan kepada kita.

Yohanes 17:11,12, “Dan Aku tidak ada lagi di dalam dunia, tetapi mereka masih ada di dalam dunia, dan Aku datang kepada-Mu. Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita. Selama Aku bersama mereka, Aku memelihara mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku; Aku telah menjaga mereka dan tidak ada seorang pun dari mereka yang binasa selain dari pada dia yang telah ditentukan untuk binasa, supaya genaplah yang tertulis dalam Kitab Suci.” Kita dipelihara dalam nama Bapa. Nama yang diberikan Yesus kepada Allah adalah Abba. Kenali Bapa kita. Wahyu 7:3, bumi tidak akan dirusakkan sebelum ada materai di setiap kita. Wahyu 14:1, “Dan aku melihat: sesungguhnya, Anak Domba berdiri di bukit Sion dan bersama-sama dengan Dia seratus empat puluh empat ribu orang dan di dahi mereka tertulis nama-Nya dan nama Bapa-Nya.” Ketika terima pewahyuan tentang Bapa di sorga, Allah sedang meteraikan kita sebagai anak.

Amin.